Sejauh Mana Keberhasilan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) ?

Menilik pada UUD 1945 pasal 33 ayat 3 yang berbunyi “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, maka sejatinya hutan menjadi sumber kemakmuran bagi rakyat, khususnya masyarakat yang tinggal disekitar hutan. Di Indonesia sendiri, luas hutan yang tercatat di Kementerian Kehutanan sendiri kurang lebih sekitar 131 juta hektar dan jumlah tersebut masih dibagi-bagi berdasarkan fungsinya.

sumber gambar: kerusakan-hutan.blogspot.com

sumber gambar: kerusakan-hutan.blogspot.com

Ketika jaman orde baru, hutan menjadi “sapi perah” yang mengalirkan sumber pendapatan negara. Tak tanggung-tanggung, kala itu terjadi penebangan besar-besaran dihutan alam Kalimantan dan Sumatera yang kemudian hasil log kayunya di ekspor ke luar negeri. Kala itu, hutan benar-benar menjadi “ladang emas” bagi negara dan pemerintah. Tak heran, banyak pejabat-pejabat Kehutanan yang kaya raya dikala itu.

Seiring berjalannya waktu, bertepatan masuknya masa reformasi, maka berubah pula cara pikir pemerintah tentang hutan. Pemerintah mulai menyadari semakin banyak hutan yang rusak sehingga pola pengelolaan hutan mulailah dirubah. Dari yang tadinya sentralistik, mulai beralih ke pola desentralistik dimana pengelolaan hutan mulai diserahkan kepada daerah. Di Perhutani sendiri dibentuk Kesatuan Pemangkuan Hutan(KPH) yang bertugas mengelola hutan di pulau Jawa pada masing-masing regional.

Padatnya penduduk di Jawa membuat Perhutani sadar bahwa keberadaan hutan tidak bisa dilepaskan dari keberadaan masyarakat yang hidup disekitarnya. Dahulu kala, sering sekali terjadi pencurian kayu yang dilakukan oleh masyarakat. Ini terjadi terus-menerus sampai akhirnya Perhutani sadar bahwa mereka harus melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan. Hingga lahirlah program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang merupakan modifikasi dari sistem kehutanan sosial.

Pada PHBM sendiri, masyarakat dianggap sebagai stakeholder (pemangku kepentingan) yang peranannya terhadap keberhasilan pengelolaan hutan sangat besar. Disinilah masyarakat mulai dilibatkan, mulai dari awal penanaman sampai dengan pemanenan. Perhutani mempekerjakan masyarakat dalam kegiatan mereka. Selain itu, masyarakat juga diperbolehkan berladang di bawah tegakan hutan dengan metode tumpang sari. Selain itu, biasanya masyarakat sekitar hutan biasanya juga beternak sapi atau kambing, dimana pakan mereka ambil dari dalam hutan.

Program PHBM ini dikonsep dengan sangat baik dengan memperhatikan keariafan lokal masyarakat sekitar. Namun kini banyak muncul pertanyaan, apakah PHBM benar-benar bisa mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar hutan?

Jika dilakukan survey random kepada masyarakat hutan, rata-rata mereka merasa terbantu dengan adanya program PHBM. Mereka merasa senang bisa berladang, beterenak, sekaligus menjadi pesanggem. Namun memang harus diakui kehidupan masyarakat hutan masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Jadi, menurut saya pribadi program PHBM masih belum berjalan optimal, mungkin karena manajeman yang kurang baik.

Kedepannya, pemerintah beserta Perhutani terus memperbaiki program-program pengelolaan hutan di Jawa untuk mencapai kelestarian dan keberhasilan. Dukungan dan peran semua stakeholder sangat penting demi kemajuan bersama. Semoga juga anggaran untuk pengelolaan hutan ditambah agar tercapai suatu kelestarian manajemen dan produksi. Pada akhirnya, semoga cita-cita UUD 1945 pasar 33 ayat 3 menjadi kenyataan.

#HutanUntukHidup #PHBM

Leave a Reply

Your email address will not be published.